Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Terimakasih, karena sudah meluangkan waktu Anda untuk mengunjungi situs "Muhasabah Hati".

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Terimakasih, karena sudah meluangkan waktu Anda untuk mengunjungi situs "Muhasabah Hati".

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Terimakasih, karena sudah meluangkan waktu Anda untuk mengunjungi situs "Muhasabah Hati".

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Terimakasih, karena sudah meluangkan waktu Anda untuk mengunjungi situs "Muhasabah Hati"..

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Terimakasih, karena sudah meluangkan waktu Anda untuk mengunjungi situs "Muhasabah Hati".

Saturday 6 August 2011

Segenggam Garam Dan Telaga


      Suatu ketika, hiduplah seorang tua yang bijak. Pada suatu pagi ia didatangi seorang pemuda yang sedang dirundung banyak masalah. Langkahnya gontai dan wajahnya kusam. Keadaan tubuhnya tak karuan. Ia seperti sedang menghadapi sebuah masalah yang sangat menyusahkan hatinya. Begitu ketemu dengan orang tua yang bijak, ia segera menceritakan semua permasalahan yang ia hadapi.
Pak tua yang bijak itu, hanya mendengarkannya dengan seksama. Begitu tamunya selesai bertutur, ia lalu mengambil segenggam garam dan memintanya untuk mengambil segelas air. Ditaburkannya garam itu ke dalam gelas, lalu diaduknya perlahan.
 “Coba, minum ini dan katakan bagaimana rasanaya ?” ujar pak tua itu.
“Pahit,,, pahit sekali rasanya,” jawab anak muda itu sambil meludah ke samping.
Pak tua itu tersenyum, lalu ia mengajak tamunya berjalan-jalan di hutan sekitar rumahnya. Kedua orang itu berjalan berdampingan. Tak lama kemudian, akhirnya mereka tiba di tepi sebuah telaga yang tenang. Pak tua kembali menaburkan segenggam garam ke dalam telaga itu. Dengan sepotong kayu, ia mengaduk air telaga sehingga sebagian airnya terciprat membasahi wajah anak muda itu.
“Sekarang, coba ambil air dari telaga ini dan minumlah!” ujar pak tua itu kemudian.
Anak muda itu menuruti apa yang diminta pak tua. Ia segera meminum beberapa teguk air telaga itu. Begitu tamunya selesai meneguk air, pak tua berkata lagi, “Bagaimana rasanya ?”
“Segar,,,” sahut anak muda itu.
“Apakah engkau masih merasakan garam di dalam air itu?” Tanyanya  lagi.
“Tidaaak,,,” jawabnya singkat.
Dengan bijak, pak tua itu menepuk-nepuk punggung si pemuda itu. Lalu ia mengajaknya duduk berhadapan, bersimpuh di samping telaga itu.
“Anak muda, dengarkanlah ucapanku. Pahitnya kehidupan yang engkau rasakan seperti segenggam garam. Jumlah dan rasa pahit itu sama dan memang akan tetap sama. Tapi, kepahitan yang kita rasakan sangat tergantung dari wadah yang kita miliki. Kepahitan itu tergantung dari perasaan tempat kita meletakkan segalanya. Itu semua akan tergantung pada hati kita. Jadi, ketika engkau merasakan kepahitan dan kegagalan dalam hidup, hanya ada satu hal yang bisa engkau lakukan untuk mengatasinya. Lapangkanlah dadamu untuk menerima semuanya. Luaskanlah hatimu untuk menampung setiap kepahitan itu.”
Pak tua kembali menambahkan nasehatnya, “Hatimu adalah wadah itu. Jadi, jangan jadikan hatimu itu seperti gelas, tapi buatlah laksana telaga yang mampu meredam setiap kepahitan dan mengubahnya menjadi kesegeran dan kebahagiaan.